Kasus Rasisme di US?
Meningkatnya persoalan rasisme di US sangat memprihatinkan kita semua. Persoalan ini menuntut kita untuk melakukan antisipasi secepat mungkin sebelum persoalan rasisme di US itu merambat ke negeri-negeri lain, termasuk Indonesia.
Di US rasisme terhadap ras African-American atau kaum Black belum tuntas total. Kini muncul kasus baru yaitu rasialisme terhadap kaum Asian.
Penyebab kedua kasus ini sangat berbeda. Rasisme terhadap kaum Black muncul karena nafsu hegemoni kaum white dan kapitalisme untuk memperoleh buruh gratis.
Rasisme terhadap Asian muncul karena paling sedikit 2 aspek. Pertama, berjayanya perekonomian negara China. Aspek kedua, etnik Asia yang berdomisili di US secara ekonomi cukup berhasil. Kebanyakan mereka menduduki posisi kelas menengah. Tetapi di beberapa kota besar seperti di San Francisco dan Hawai, kaum Asian mendominasi ekonomi. Situasi ini menimbulkan rasa ketidakberdayaan kaum kulit putih. Ini yang dimanipulasi Trump untuk kepentingan politiknya.
Tetapi ada realitas baru yang muncul. Sedang terjadi perubahan yang dahsyat. Kedigjayaan US sedang runtuh. Dominasi dan hegemoni kaum White di segala bidang kehidupan, terutama di bidang ekonomi, mulai goyah. Emansipasi ras dan etnik lain dalam segala bidang, termasuk ekonomi, mulai bermunculan. Dan ini menakutkan kaum manapun yang selama ini menikmati privelege dan terbenam dalam comfort zone.
Kini, kita hidup dalam suatu ‘dunia’ yang frustrasi terhadap berbagai perubahan yang radikal. Ada disrupsi dalam segala aspek hidup. Disrupsi ini mempengaruhi dan menentukan masa depan kita bersama. Dan masa depan itu harus kita rajut bersama. Semua harus berpartisipasi.
Konteks yang baru ini memaksa kita semua meresponsnya secara cepat tetapi kreatif, positif dan strategik. Kita harus memulainya dengan membangun sikap positif terhadap sesama yang berbeda, baik etnik dan terutama terhadap mereka yang berbeda agama.
Warisan tradisi agama masa lalu yang merendahkan dan memusuhi kelompok agama yang berbeda harus kita kritisi dan kita buang jauh-jauh. Tembok dan sekat pemisah harus kita runtuhkan. Warisan kebencian itu bukan saja menjadi penyebab konflik dan pertikaian kita pada masa kini, tetapi juga telah mendegradasi kemanusiaan kita sendiri. Agama-agama harus menggeser fokus: dari ketertawanan pada masa lalu menjadi fokus pada pembentukan masa depan bersama.
Tantangan dunia yang semakin multi kompleks harus dihadapi dengan habitus baru yaitu solidaritas yang egaliter dan komplementer. Secara ekonomi, kita harus belajar berbagi. Kesenjangan ekonomi yang tinggi adalah bagaikan ‘bom nuklir’ yang berpotensi menghancurkan masa depan kita bersama.
Salam,
Albertus Patty