Kaum 2 Percent

Sastrawan George Bernard Shaw menulis, “Only Two percent of the people think; three percent of the people think they think; and ninety five percent of the people would rather die than think.” Shaw ingin mengatakan hanya 2 persen manusia yang sungguh-sungguh berpikir, mampu dan berani melakukan inovasi dan transformasi. Mereka manusia tangguh dan kreatif yang tidak terbelenggu oleh masa lalu dengan segala rutinitasnya. Mereka mampu membawa diri dan organisasinya tetap berjalan lincah di tengah tantangan apa pun.

Di luar 2 persen manusia inovator itu ada 3 persen yang sibuk dengan urusan administratif. Ketertinggalan Industri Jepang yang pernah merajai dunia itu karena mereka sibuk dengan rutinitas. Mereka gagal melakukan inovasi. Kaum 3 persen adalah mereka yang berjiwa administrator. Mereka sibuk menjaga dan menata apa yang sudah ada yang bagi mereka itulah yang terbaik.

Saat ada inisiatif melakukan inovasi, yang 3 persen inilah yang akan mempertanyakan banyak hal detail sebagai resistensi karena pada dasarnya mereka paling takut pada perubahan. Mengapa? Karena perubahan memaksa mereka belajar sesuatu yang baru. Mereka malas belajar hal baru! Mereka cuma ingin mengulang apa yang ada. Alasan lain karena mereka paling diuntungkan bila tidak ada perubahan.

Mereka adalah kaum status quo! Mereka akan bertanya apakah prosesnya sudah benar, mengapa harus mengeluarkan banyak dana, apakah prosedurnya sudah ditaati, mengapa tidak lakukan saja apa yang sudah bagus yang biasa kita lakukan, bagaimana resikonya kalau gagal, apakah kita siap, tempat lain pun tidak melakukan yang kita akan lakukan lalu mengapa kita mau melakukannya, dan sebagainya. Kelompok 3 persen ini adalah mereka yang berpikir bahwa mereka berpikir.

Bagaimana dengan yang 95 persen? Mereka hanyalah para pengikut. Mereka enggan mengambil keputusan. Mereka kelompok manut. Ikutin ke arah mana angin bertiup.

Mengapa banyak organisasi hanya jalan di tempat atau berjalan sangat lambat dan mengapa eksekusi terhadap suatu keputusan selalu tertatih-tatih dan tertunda terus? Jawabnya adalah karena sering organisasi dipimpin bukan oleh kaum inovator yang memiliki keberanian melakukan transformasi yang jumlahnya hanya 2 persen itu, tetapi dipimpin oleh kaum administratif yang jumlahnya 3 persen atau dipimpin oleh kaum pengekor yang 95 persen itu.

Satu-satunya cara agar suatu organisasi mampu melakukan inovasi dan transformasi sehingga selalu siap menghadapi tantangan yang semakin banyak, semakin beragam dan semakin berat adalah dengan memfasilitasi dan mendorong anggotanya dan generasi mudanya untuk memiliki kegairahan berani berkreasi dan melakukan berbagai inovasi. Lalu, bangsa ini akan menikmati berbagai pengalaman wouw yang mencengangkan!

Salam,
Albertus Patty

Bagikan

ARTIKEL TERKAIT

Pra Sidang Raya PGI, Albertus Patty Singgung Demokrasi Cacat Jika Abaikan Perempuan

Pendiri bangsa yang dari Kristen menolak dengan tegas negara agama. Mereka menuntut negara harus didasarkan pada demokrasi. Sebab sesuai prinsip…

PGI & Antisipasi Perpindahan Ibu Kota!

Pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana pemindahan lokasi ibu kota. Sehari setelahnya muncul kekhawatiran atas sepak terjang…

Cepat & Kreatif atau Mati!

“Kalian tak perlu datang membantu kami. Bantuan kalian hanya menciptakan masyarakat bermental pengemis. Kami tak butuh kalian,” cetus kasar seorang…

Ketua PGI Usul Pelajaran Multikulturalisme Masuk Kurikulum Pendidikan

Kalau kita tidak mewaspadainya dari sekarang, kita bisa terus-menerus mengalami konflik. Ketua Persekutan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty…