Kisah Kepala Suku Indian

Percakapan dan bahkan perdebatan tentang kawin beda agama dalam laman FB saya sangat ramai. Syukurnya, banyak orang cerdas dan matang dengan pemikiran yang jernih. Tetapi ada juga yang berdebat dengan diksi yang kasar, vulgar dan tanpa kesantunan. Nah, mereka yang terakhir ini mengingatkan saya pada sebuah kisah lama yaitu kisah penginjilan Spanyol di benua Amerika.

Salah satu misi Spanyol pada saat mendarat di benua Amerika adalah melakukan misi maha suci dan maha kudus. Apa? Mencari jiwa-jiwa, memberitakan Injil dan menyelamatkan suku Indian, penduduk asli Amerika agar nanti mereka masuk Sorga. Ini tujuan suci! Misi kristenisasi Spanyol untuk merambah daerah barat dunia ini dilakukan pada abad 16-19. Wilayah jelajahnya cukup luas mulai dari Chile, Argentina, Mexico dan Amerika Serikat.

Sayangnya, seperti misi-misi Eropa lainnya, sebagian besar strategi misi Spanyol bukan dilakukan melalui cara yang santun, damai penuh cinta seperti yang diteladani Gusti Yesus, terutama saat Ia berjumpa dengan orang lain. Sebaliknya, misi patronatus Spanyol menggunakan cara paksaan dan kekerasan. Tradisi teologi manikeanisme yang dualistik telah membangun sekat imajiner yang polaristik atas dasar agama dengan oposisi biner terang vs gelap, anak Tuhan vs anak setan.

Inilah yang menjadi penyebab peradaban orang Indian, atau peradaban mana pun di luar peradaban Barat, dianggap sesat dan dituding sebagai warisan setan. Jadi, pantas untuk diobrak-abriknya. Tradisi, kultur dan keyakinan turun-temurun orang Indian pun dihancurkan. Ini cara kotor dan biadab! Tanpa kesantunan.

Tetapi, memang itulah model peradaban yang mendominasi agama pada abad-abad masa lalu. Saat itu peradaban manusia belum mengenal pendekatan dialog yang jauh lebih santun, beradab dan manusiawi. Kini, banyak orang sudah mengadopsi cara baru yaitu dialog yang beradab. Sebagian lagi masih tertinggal dalam pola dualistik.

Konon, suatu saat pasukan Spanyol beserta misionarisnya melakukan misi kristenisasinya terhadap suku Qathar, salah satu suku Indian. Seperti biasa, misi ini dilakukan dengan paksaan dan dengan metode kekerasan. Di bawah todongan senjata, satu persatu warga Qathar dipaksa maju ke depan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan para misionaris. Mereka harus jawab pertanyaan itu. Jawaban yang salah akan diganjar dengan peluru panas sampai mati. Plus, ditambah ancaman masuk neraka!

Pertanyaan yang diajukan para misionaris adalah: “Apakah kamu menerima dan mengakui Yesus sebagai Juru selamatmu?” Bila orang yang dipanggil menjawab ‘ya’, para misionaris itu akan membaptisnya dan mengatakan, “Kamu tetap hidup dan nanti kamu masuk sorga!” Tetapi bila jawabannya ‘tidak’, orang yang menolak itu akan dibunuh. Sebelum dibunuh para misionaris itu akan berkata, “Kamu akan mati dan nanti akan masuk neraka.”

Tentu saja, semua warga suku Cathar ketakutan dengan pola misi dengan strategi intimidasi dan kekerasan itu. Satu-satunya cara untuk hidup adalah menjawab ‘ya’ dan masuk Kristen. Inilah cara satu-satunya yang diambil para penyintas agar lolos dari brutalitas kaum agamis. Ini lebih baik daripada mati sia-sia!

Giliran terakhir yang dipanggil adalah Kepala suku Qathar. Dia maju ke depan. Pertanyaan pun diajukan: “Apakah kamu menerima dan mengakui Yesus sebagai Juru Selamatmu?” Kepala Suku Qathar terdiam. Tidak menjawab. Ia memandang warganya. Nampaklah mata mereka penuh cemas dan harap agar ia menjawab ‘ya’ supaya tetap hidup dan tetap memimpin mereka. Kepala suku menoleh ke arah para misionaris. Mata mereka menyorot tajam ke arahnya. Wajah mereka mengerikan seperti kata-kata yang mereka ucapkan.

Setelah menarik napas, sang Kepala Suku menggelengkan kepala. Lalu, dengan lantang ia menjawab ‘Tidak! Warga Qathar terhenyak mendengar jawaban tegas itu. Mereka tahu itu artinya, kepala suku menolak masuk Kristen.

Warga Qathar menangis meraung-raung. Suasana menjadi gaduh. Mereka tahu resiko yang akan dihadapi sang kepala suku. Para misionaris dan pasukan Spanyol pun tidak kalah terkejut. Jawaban kepala suku yang sangat tidak mereka harapkan itu. Dalam beberapa saat para misionaris terdiam. Hening!

Setelah menenangkan diri, mereka membentak dan memaki dengan sumpah serapah dan kata-kata yang sangat kotor yang tidak pantas diucapkan umat beragama (jadi tidak ditulis di sini). Lalu, kepala misionaris berkata kepada kepala suku: “Kamu tahu karena kamu menolak kamu akan kami tembak sampai mati dan nanti kamu tidak akan masuk sorga. Mengerti…..?!”

Sang Kepala suku menjawab: “Wahai bapak-bapak misionaris, ketahuilah lebih baik aku masuk neraka yang mungkin lebih nyaman dan damai daripada aku masuk sorga lalu ketemu kalian yang bengis, haus darah, biadab dan bermulut kotor. Tembaklah!”

Salam,
Albertus Patty

Bagikan

ARTIKEL TERKAIT

Anies Baswedan Bapak Toleransi Beragama?

Pada 16 Oktober 2022, persis di ujung masa kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dianugerahi julukan sebagai “Bapak Toleransi…

Gerakan Relawan?

Ada fenomena menarik jelang Pemilu 2024. Fenomena itu adalah makin besarnya peran relawan seperti Projo, DGP dan lainnya. Ada puluhan…

Sabam Sirait & Spiritualitas Politiknya

Membicarakan sepak terjang Sabam Sirait dalam dunia politik selalu menarik. Apalagi bila dikaitkan dengan bukunya "Politik itu Suci." Konon, gagasan…

Ketaatan Agama Tanpa Logika

Dengan heran saya selalu bertanya: mengapa para teroris tega menabrakkan pesawat berpenumpang ke gedung WTC? Padahal, konon, para teroris yang…