Neraka di India: Covidiot & Religidiot

Koran The Guardian (21 April 2021) memberitakan bahwa India mulai memasuki era “Neraka Covid.” Ya, India menjadi neraka.  Korban Covid terus berjatuhan. Sistem pelayanan kesehatan menyerah kalah. Tidak satu pun rumah sakit yang mampu menangani ratusan ribu pasien yang terus membanjir seperti tsunami. Setiap hari puluhan ribu orang seperti ikan yang megap-megap putus asa mencari udara untuk dihirup. Para dokter pun menyerah; Krematorium kewalahan. Ribuan jasad mengantri untuk dibakar. Covid jenis baru ini tidak mampir ke hidung, tetapi langsung menyerang paru-paru. Orang yang terpapar Covid tidak merasakan gejalanya. Tiba-tiba saja meriang, dan sekian jam kemudian nyawapun melayang. Sungguh Covid jenis ini sangat mengerikan.

Padahal beberapa waktu sebelumnya, Modi, PM India yang doyan melakukan politisasi agama itu, berkata dengan pongah bahwa Covid sudah ditaklukkannya. Ia pun melakukan kampanye politik besar-besaran.  Puluhan ribu orang berkumpul tanpa protokol kesehatan. Semua tanpa  masker. Modi pun tidak! Modi juga mengijinkan ritual keagamaan di sungai Gangga. Di sini pun sama. Jutaan orang mengikuti ritual keagamaan; lagi-lagi tanpa protokol kesehatan. Covid diremehkan. Lalu, mengamuklah virus-virus maut itu. Wabah menyebar dan meluas, menghantam siapa pun mulai dari anak-anak sampai orang tua; dari yang miskin sampai yang super kaya; dari kaum Sudra sampai Brahmana. India pun menjadi neraka!

Modi memang seorang covidiot, plus religidiot. Covidiot adalah istilah baru; gabungan dari dua kata: Covid dan Idiot. Artinya orang yang tak tahu, tak mau tahu dan sok tahu terhadap bahaya Covid-19. Religidiot juga gabungan dari dua kata: Religion atau agama dan Idiot. Religidiot adalah orang beriman yang otaknya ditaruh di dengkul.  Padahal orang harus beriman dengan cerdas. Beriman tanpa kecerdasan, sangatlah berbahaya; orang akan melakukan berbagai kedunguan. Berkumpul tanpa masker di rumah ibadah dianggap bukti kuatnya iman. Berpesta atau berdemo tanpa jaga jarak dianggap hak azasi manusia. Cuci tangan dan jaga jarak dituding sebagai paranoid.

Para covidiot dan religidiot adalah orang yang menantang maut. Ada orang menantang maut dengan perhitungan yang cermat. Para covidiot dan religidiot sebaliknya; mereka mendemonstrasikan keberaniannya tanpa perhitungan.  Efeknya, mereka membahayakan diri mereka sendiri, dan juga orang lain. Dungu! Dan Modi adalah gabungan dari covidiot dan religidiot. Ketika politik dan agama terlalu ‘mingle’, yang terjadi adalah neraka. Dan Modi telah menciptakan neraka bagi bangsanya sendiri.

Kaum covidiot sering mengeluarkan pernyataan, komentar dan hoax yang membingungkan dan bahkan menyesatkan sesama. Tanpa penelitian yang akurat dan tanpa pertanggungjawaban ilmiah mereka membual bahwa jamu ini atau minyak tertentu bagus dan mujarab untuk pengobatan Covid. Para religidiot lebih parah lagi. Mereka meyakinkan banyak orang bahwa kencing onta, kencing kerbau dan tahi sapi adalah obat mujarab melawan Covid. Religidiot cenderung meremehkan Covid, seolah cukup dengan iman, covid akan lenyap . Mereka  asal bersuara tanpa logika. Irasional! Inilah covidiot dan religidiot.

Modi menunjukkan kepada kita semua bahwa kaum covidiot dan religidiot bisa muncul dari pejabat tinggi  yang respons, dan kebijakannya terhadap pandemi ini tak jelas dan tak tegas. Mereka menerapkan peraturan, tetapi mereka sendiri yang melanggarnya. Para covidiot dan religidiot bisa muncul dari kaum politisi korup yang memotong anggaran bantuan sosial kepada rakyat miskin. Mereka lupa bahwa akibat kurangnya bantuan, rakyat jelata terpaksa harus keluar mencari makan. Ini berpotensi memperluas penyebaran Covid; yang bila terjadi seperti di India, para politisi itu pun akan terkena imbasnya. Para covidiot dan religidiot bisa juga muncul dari para pengusaha yang berupaya menangguk keuntungan di tengah kemiskinan dan kelaparan masyarakat. Mereka semua adalah maling di tengah penderitaan sesama.

Sesungguhnya tidak semua covidiot dan religidiot dungu. Sebagian dari mereka sangat cerdas. Celakanya, kecerdasannya disalahgunakan justru untuk kepentingan diri sendiri. Jadi, meskipun cerdas, mereka adalah manusia tanpa wisdom! Tanpa kebijaksanaan! “Wisdom always leads to truth,” kata Tao Te Ching. Efeknya, makin banyak orang jadi korban.  Sebelum suasana neraka seperti di India terjadi pada kita di Indonesia, sebaiknya  para covidiot dan religidiot ini bertobat. Bila tidak, merekalah musuh riil kita semua!

Dimuat di: Selisip.com

Bagikan

ARTIKEL TERKAIT

Mengubah Tantangan Menjadi Peluang!

Ditangkapnya Yohanes adalah malapetaka bagi keadilan dan kemanusiaan. Seorang yang tidak pernah melanggar hukum justru ditangkap dan dijebloskan dalam penjara.…

Tolong Jangan Reproduksi Imperialisme Budaya!

Sebuah kelompok drama anak-anak mempersiapkan diri menghadapi perayaan Natal. Semua peran sudah terisi. Ada dua peran yang masih kosong yaitu…

Pdt. DR. Albertus Patty: Gereja di Pusaran Instrumentalisasi Agama

Beberapa hari jelang pemilihan kepala daerah serentak (pilkada) Juni lalu, Pdt. Albertus Patty cukup banyak dibanjiri pertanyaan dari jemaat dan…

Pdt Patty: Gereja Belum Lahir Baru

“Aduh lihat sejumlah praktik SARA di kampanye Pilkada belakangan ini, bikin saya sakit perut.” “Ah, itu Pak Pendeta aja yang…