Pdt. DR. Albertus Patty: Gereja di Pusaran Instrumentalisasi Agama

Beberapa hari jelang pemilihan kepala daerah serentak (pilkada) Juni lalu, Pdt. Albertus Patty cukup banyak dibanjiri pertanyaan dari jemaat dan rekannya pendeta. Mereka, terutama dari sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Barat, umumnya bertanya soal siapa calon yang harusnya mereka pilih. Sampai-sampai Pdt. Patty membuat semacam panduan umum yang kemudian memudahkannya untuk disebarkan ke banyak orang yang bertanya.

Baginya, ini menandakan dua hal. Pertama, gereja sebagai satu entitas di sosial masyarakat memang masih dipercaya sebagai rujukan bersikap umatnya. Lembaga-lembaga kekristenan masih punya suara. Namun, di sisi lain referensi jemaat memang lebih ke pribadi-pribadi di dalamnya yang dianggap mampu dan disukai, bukan melulu soal posisi kelembagaannya. Gejala itu ternyata masih tetap berpengaruh bahkan bagi kalangan millenial, kaum muda yang merupakan pemilih pemula.

Indonesia itu unik,” ungkap Pdt. Patty. “Kalau di tempat lain kaum mudanya lebih cenderung apatis soal kehidupan religius dan politik, tapi di kita minatnya cukup tinggi. Sekitar 93% masih menganggap agama itu sangat penting dan harus dipraktikkan juga di tengah kehidupan sosial politik. Ini angka yang besar.

Menurut pendeta jemaat GKI Jl. Maulana Yusuf No. 20 Bandung ini, fenomena kaum muda seperti itu adalah bukti keberhasilan kampanye politik partisan dengan menggunakan isu agama, atau yang sering disebut instrumentalisasi agama. Pdt. Patty merupakan salah satu yang sejak awal menggagas agar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengangkat isu instrumentalisasi agama ini sebagai kajian serius.

Kalau di pemerintah belakangan memakai istilah politisasi agama. Memang permasalahan ini terbilang genting. Negara kita kini ada di persimpangan sejumlah pilihan. Antara bertumbuh menjadi masyarakat yang demokratis dan maju, kembali ke masa totaliter, perlahan berubah negara berbasis satu agama dan membuat minoritas menjadi kelas dua, atau malah mengalami perpecahan,” lanjut Pdt. Patty.

Dalam situasi seperti ini, gereja semakin dituntut untuk menyangkali dirinya. Melampaui rasa nyaman dan ketakutan, sehingga mau terlibat dengan komitmen penuh untuk membela Pancasila, serta tahu persis permasalahan yang terjadi di sekitarnya.

Kita harus terus menumbuhkan kesadaran untuk melibatkan diri di dalam pergumulan masyarakat. Tidak sibuk dengan urusan diri sendiri. Bahas gedung, lonceng atau sekedar jatah dana APBD buat gereja, atau hanya mengawang-awang dalam spiritualitas yang hanya memikirkan sorga,” papar Pdt. Patty mengkritik sikap sejumlah gereja.

Penyangkalan diri yang lain, menurut lulusan Pittsburgh Theological Seminary ini adalah terkait sikap gereja yang selama ini melulu karitatif, tapi mengabaikan sisi strategis pembinaanya.

Kita memang sangat giat memberi pada mereka yang miskin. Tapi terkadang kita terlalu naif, sehingga hanya mau melakukan itu. Padahal, kita butuh juga memberi daya untuk mendidik orang-orang yang mengerjakan hal strategis. Orang yang membuat peraturan, pegiat bisnis, pelaku media, dan banyak yang lain. Jangan-jangan kita hanya karitatif, bukan semata karena kepedulian, tapi karena kita merasa bisa jadi juru selamat di situ, tanpa mau berkontribusi lebih.

Ada banyak pekerjaan rumah yang sebenarnya gereja dan warga jemaatnya bisa lakukan. Namun, seringkali ketidakmauan untuk menyangkal diri ini melumpuhkan gereja. Bagi Pdt. Patty hal-hal itu sudah tidak layak dipertahankan. Semestinya kasih Kristiani menggerakkan kita melampaui ketakutan dan terus belajar untuk melibatkan diri serta berkontribusi.

Tahun depan Indonesia memang akan menghadapi agenda politik yang besar. Pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden tentu saja masih sangat mungkin ditunggangi instrumentalisasi agama. Bagi Pdt. Patty gereja dituntut untuk peka pada permasalahan, melakukan langkah strategis, serta bersinergi dengan elemen lain. Mempertahankan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi dan kesetaraan untuk semua warga.

Dimuat di: Selisip.com

Bagikan

ARTIKEL TERKAIT

Mengubah Tantangan Menjadi Peluang!

Ditangkapnya Yohanes adalah malapetaka bagi keadilan dan kemanusiaan. Seorang yang tidak pernah melanggar hukum justru ditangkap dan dijebloskan dalam penjara.…

Neraka di India: Covidiot & Religidiot

Koran The Guardian (21 April 2021) memberitakan bahwa India mulai memasuki era “Neraka Covid.” Ya, India menjadi neraka.  Korban Covid…

Tolong Jangan Reproduksi Imperialisme Budaya!

Sebuah kelompok drama anak-anak mempersiapkan diri menghadapi perayaan Natal. Semua peran sudah terisi. Ada dua peran yang masih kosong yaitu…

Pdt Patty: Gereja Belum Lahir Baru

“Aduh lihat sejumlah praktik SARA di kampanye Pilkada belakangan ini, bikin saya sakit perut.” “Ah, itu Pak Pendeta aja yang…