Pemberdayaan Ekonomi Now!

Tulisan Faisal Basri tentang menguatnya oligarki yang mengakibatkan ketimpangan ekonomi bangsa telah merusak kenikmatan sarapan pagi saya.

Faisal Basri menuturkan bahwa berdasarkan data Global Wealth Report 2018 dari Credit Suisse, gap ekonomi makin membesar. 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6 persen kekayaan nasional. Padahal tahun 2017 hanya 45,4 persen. Posisi Indonesia tahun 2018 terburuk kelima di dunia setelah Thailand, Rusia, Turki, dan India. 10 persen terkaya di Indonesia menguasai 75,3 persen kekayaan nasional. Ini terburuk keenam di dunia setelah Thailand, Turki, Amerika Serikat, Rusia, India.

Pemusatan kekayaan makin memperburuk situasi bangsa.

Basri menuturkan bahwa dua pertiga kekayaan dari orang terkaya di Indonesia berasal dari sektor kroni. Dan ini menempatkan Indonesia di urutan ke-7 terburuk di dunia. Peringkat Indonesia terus memburuk, dari urutan ke-18 pada 2017 menjadi ke-8 pada 2014 dan ke-7 pada 2016. Praktik bisnis kroni menguat karena akses pengusaha terhadap kekuasaan semakin mudah. Pengusaha pun merangkap menjadi politisi. Oligarki kian kuat. Ketimpangan makin buruk. KPK diperlemah dan ini berpotensi menghadirkan rezim yang lebih represif.

Efek terbesar dari makin menguatnya oligarki adalah melemahnya perekonomian bangsa. Di tengah krisis ekonomi global, kita berpotensi mengalami krisis besar seperti Kolumbia dan Venezuela. Orang menengah akan menjadi miskin, dan yang miskin akan semakin miskin.

Daerah miskin di Indonesia terutama di Papua, Maluku termasuk Maluku Utara, Kalimantan, NTT, Nias, Mentawai, sebagian Sumatera Utara, sebagian daerah Sulawesi seperti Sulawesi Timur, Barat dan Tengah akan makin terpuruk. Celakanya, daerah-daerah itu justru didiami mayoritas umat Kristen. Kita berada dalam situasi krisis yang menuntut respon yang serius, cepat, tepat dan strategis.

Di daerah-daerah miskin ini banyak lembaga sosial berbasis agama, terutama Islam, yang melayani siapa pun demi kemanusiaan. Kita menaruh hormat terhadap pelayanan mereka. Tetapi, ada juga yang melayani dengan tujuan ‘mencuri domba’ alias Islamisasi. Beberapa daerah telah mengalaminya. Kita kehilangan banyak umat karena sebagai gereja kita diam, terlalu lambat meresponnya atau kita malah merasa tak berdaya untuk bagaimana meresponnya.

Bahaya serius lain akibat krisis ekonomi bangsa adalah terjadinya frustrasi massa yang menciptakan kekacauan dan kekerasan massal. Sejarah mencatat bahwa setiap kali bangsa ini mengalami krisis ekonomi selalu muncul hoax keji yang memecah-belah rakyat. Rene Girard menyebutkan bahwa setiap bangsa dan budaya memiliki potensi menghancurkan dirinya sendiri melalui mekanisme “kambing hitam”.

Dalam mekanisme ini terjadi pemelintiran isu bahwa krisis ekonomi bangsa adalah akibat ulah sebagian anak bangsa yaitu umat Kristen dan etnik Tionghoa. Oleh karena itu terjadilah ledakan emosi berupa anarkisme yang menghancurkan kesatuan kita sebagai bangsa. Kita berpotensi melakukan apa yang Girard nyatakan kita hancurkan diri kita sendiri.

Tentu saja kita tidak mau hal-hal buruk itu terjadi pada kita, baik sebagai umat Kristen maupun sebagai bangsa. Satu-satunya cara mencegah hal yang buruk itu terjadi adalah dengan mulai mengambil peran aktif, kreatif dan transformatif di tengah krisis ekonomi bangsa. Kita bisa memulainya dengan menegaskan bahwa krisis ekonomi adalah krisis kemanusiaan yang bersumber pada krisis moral. Sebagian orang semakin tamak, yang lain diam tak peduli terhadap penderitaan sesama. Spirit persaudaraan dan cinta lenyap. Manusia berubah menjadi serigala terhadap sesamanya. Celakanya, gerakan Oikoumene pun berpotensi kehilangan nilai empati dan persaudaraan.

Oleh karena itu, di tengah menguatnya oligarki dan di tengah krisis ekonomi bangsa, sebagai gereja kita harus mengembalikan spirit dan substansi gerakan oikoumene yaitu persaudaraan dan cinta. Kita harus mulai, dalam koordinasi gereja-gereja dan PGI, meningkatkan kolaborasi dan sinergi dengan siapa pun untuk melakukan pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan ekonomi adalah upaya pastoral untuk pemulihan bangsa: yang kaya dibebaskan dari egoisme dan ketamakannya, yang miskin dibebaskan dari frustrasi dan keputusasaannya.

Salam,
Albertus Patty

Bagikan

ARTIKEL TERKAIT

Anies Baswedan Bapak Toleransi Beragama?

Pada 16 Oktober 2022, persis di ujung masa kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dianugerahi julukan sebagai “Bapak Toleransi…

Gerakan Relawan?

Ada fenomena menarik jelang Pemilu 2024. Fenomena itu adalah makin besarnya peran relawan seperti Projo, DGP dan lainnya. Ada puluhan…

Sabam Sirait & Spiritualitas Politiknya

Membicarakan sepak terjang Sabam Sirait dalam dunia politik selalu menarik. Apalagi bila dikaitkan dengan bukunya "Politik itu Suci." Konon, gagasan…

Ketaatan Agama Tanpa Logika

Dengan heran saya selalu bertanya: mengapa para teroris tega menabrakkan pesawat berpenumpang ke gedung WTC? Padahal, konon, para teroris yang…