Pertarungan Peradaban di Balik G30S/PKI

Salah satu aspek terbesar dalam membangun peradaban sebuah bangsa adalah adanya semangat dalam kemerdekaan berpikir dan kebebasan dalam bersikap kritis. Orang difasilitasi untuk mempertanyakan dan mengeritisi ‘kebenaran’ yang selama ini dipertahankan dan dipertuhankan.

Bangsa-bangsa Barat, Korea Selatan, India, dan Jepang memulainya dengan pertama-tama melakukan perubahan sikap mental, yaitu memfasilitasi ruang untuk terciptanya semangat kemerdekaan berpikir dan kebebasan bersikap kritis.

Mental zaman kegelapan dimana Anda harus menerima saja sebuah kebenaran sudah ditinggalkan dan bahkan dicampakkan. Pola jaman itu sudah usang! Kuno! Sangat memasung daya kritis. Pola itu hanya menciptakan mental yang ditandai dengan kemandekan berpikir.

Kejumudan! Ketertinggalan Pakistan dari India atau Korea Utara dari Korea Selatan adalah karena masyarakatnya dipaksa bersikap pasrah oleh indoktrinasi ‘kebenaran’ melalui ancaman dan kekerasan para penguasa politik dan para demagog rohani.

Kepasrahan berpikir karena paksaan adalah pelumpuhan logika yang mematikan kreatifitas dan inovasi kedua bangsa ini.

Zaman baru dengan mentalitas baru sudah hadir! Zaman ini ditandai dengan difasilitasinya kemerdekaan berpikir dan kebebasan bersikap kritis. Orang menjadi kreatif. Ada kegairahan melakukan inovasi. Setiap klaim kebenaran akan dan harus diuji secara dialogis dan rasional.

Klaim kebenaran harus mampu mempertahankan dirinya dari serbuan ratusan bahkan ribuan argumentasi. Sebuah ‘kebenaran’ hanya bisa bertahan bila berhasil lolos dari berbagai verifikasi dan bila mampu memuaskan struktur kemasukakalan setiap orang.

Bahwa bumi itu datar, bahwa matahari mengelilingi bumi, bahwa kaum perempuan diciptakan dalam status subordinasi terhadap kaum laki-laki, dan bahwa orang kulit hitam diciptakan sebagai budak adalah rangkaian ‘kebenaran’ yang pada zaman kegelapan diterima dengan pasrah, tetapi kemudian gagal dipertahankan secara rasional.

Dalam zaman yang baru dengan mentalitas yang lebih berani, kreatif, dan inovatif upaya keras sebagian orang atau penguasa untuk mempertahankan dogmatisisme ‘kebenaran’ adalah tanda ketertinggalan. Expired mentality!

Zaman baru ditandai dengan semangat kreatifitas dan keberanian melakukan improvisasi dan inovasi berpikir dan bertindak. Dalam zaman yang baru kebenaran apa pun, termasuk kebenaran agama yang dianggap paling suci sekali pun, dijadikan obyek untuk dipertanyakan, didiskusikan, diperdebatkan secara rasional.

Dalam zaman yang baru segala sesuatu dipecahkan melalui penciptaan ruang-ruang komunikasi rasional, bukan emosional. Ada kontestasi otak, bukan otot!

Persoalan menyangkut peristiwa G30-S/PKI yang lagi marak bahkan sangat emosional belakangan ini tidak lebih dari sebuah kontestasi antara, pada satu sisi, generasi yang menghayati zaman dan semangat baru yang menjunjung tinggi kreatifitas dan inovasi sebagai produk dari kemerdekaan berpikir dan kebebasan bersikap kritis, dan pada sisi lain, generasi yang masih hidup dalam jaman dan semangat ‘dogmatisisme’ kuno yang expired yang telah menjadi penyebab ketertinggalan bangsa ini.

Di balik perdebatan tentang G30S/PKI ternyata ada persoalan yang lebih dalam, yaitu pertarungan peradaban antara peradaban lama dan peradaban yang baru!

Salam,
Albertus Patty

Bagikan

ARTIKEL TERKAIT

Anies Baswedan Bapak Toleransi Beragama?

Pada 16 Oktober 2022, persis di ujung masa kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dianugerahi julukan sebagai “Bapak Toleransi…

Gerakan Relawan?

Ada fenomena menarik jelang Pemilu 2024. Fenomena itu adalah makin besarnya peran relawan seperti Projo, DGP dan lainnya. Ada puluhan…

Sabam Sirait & Spiritualitas Politiknya

Membicarakan sepak terjang Sabam Sirait dalam dunia politik selalu menarik. Apalagi bila dikaitkan dengan bukunya "Politik itu Suci." Konon, gagasan…

Ketaatan Agama Tanpa Logika

Dengan heran saya selalu bertanya: mengapa para teroris tega menabrakkan pesawat berpenumpang ke gedung WTC? Padahal, konon, para teroris yang…