Radikal dan Stratanya
Bila kata ‘ekstrimis’ menunjuk pada seseorang yang berjuang dengan cara-cara yang melampaui batas, dengan konotasi negatif. Kata ‘radikal’, berasal dari kata ‘radix’ yang berarti akar, berkonotasi netral. Ia bisa dimaknai positif, bisa negatif.
Seorang yang menggunakan kekerasan dalam perjuangan politik atau agamanya dilabel kaum radikal dalam pengertian negatif. Sebaliknya, nabi Muhammad yang mampu bergaul dan menghormati orang dari etnik dan agama lain atau Yesus yang mampu mengampuni orang yang menganiayaNya diakui memiliki cinta radikal. Tentu saja radikal dalam pengertian positif. Istilah radikal menunjuk pada sikap dan aksi yang juga melampaui batas tetapi netral, bisa positif, bisa negatif. Tergantung cara kita memandangnya dan tergantung pada dampaknya.
Bila ditelisik, ternyata setiap kelas atau lapisan sosial masyarakat Indonesia memproduksi radikalismenya sendiri. Yang beda spektrumnya. Masyarakat kelas ‘bawah’ lebih berjuang untuk perubahan sosial. Kelas atas demi egoisme personal. Jadi, lebih doyan mempertahankan status quo.
Cara mengekspresikan radikalismenya jauh berbeda. Kelas bawah cenderung melalui cara kekerasan. Kelas atas, terutama oknum penguasa, lebih ‘soft’ dan beradab dengan dua cara pertama, dengan memanipulasi aturan dan hukum. Kedua, melalui pendekatan informal. Semua persoalan hukum biasa diselesaikan secara informal, kongkalikong alias politik transaksionil di antara para elite.
Singkatnya, kelas bawah memproduksi kaum radikalis yang menjadi teroris. Kelas atas memproduksi radikalis yang menjadi koruptor. Kelas menengah? Radikal apatis atau ada juga yang menjadi bunglon radikalis!
Salam,
Albertus Patty