Sejarah 33 Tahun Penyatuan GKI
Kalau boleh jujur, saya merasa sangat bangga menjadi bagian dari Gereja Kristen Indonesia (GKI). Mengapa? Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, GKI menjadi satu-satunya gereja di Indonesia yang melebur tiga sinode gereja meniadi satu sinode saja. Meski harus melalui berbagai tantangan dan keraguan, GKI Jawa Tengah, GKI Jawa Timur dan GKI Jawa Barat mendeklarasikan penyatuannya pada 26 Agustus 1988, di Kinasih, Sukabumi.
Menariknya, penyatuan GKI terjadi di saat banyak gereja mengalami konflik akut dan terpecah-belah berantakan. Penyatuan GKI membuktikan bahwa tidak ada halangan yang terlalu berat ketika para pimpinan gereja bersedia bersikap rendah hati dan menyangkal dirinya. Tidak ada tembok yang terlalu tebal ketika gereja-gereja menghayati doa Tuhan Yesus:” Biarlah semua menjadi satu.” Ut Omnes Unum Sint!
Meski namanya hampir mirip, ketiga gereja GKI yang bersatu itu memiliki tradisi dan warisan teologi dan organisasi berbeda. Satu-satunya yang mempersatukan ketiga gereja ini adalah bahwa sebagian besar jemaatnya berasal dari keturunan Tionghoa.
Walaupun demikian, masih ada dua kendala terbesar yang paling menghambat upaya penyatuan. Keduanya adalah kekuasaan dan harta benda. Siapa nanti yang akan menjadi pimpinan gereja yang menyatu itu? Bagaimana dengan harta benda yang sudah dimiliki ketiga gereja itu? Siapa yang menjadi pemiliknya?
Kita tahu bahwa banyak gereja dan organisasi Kristen mengalami konflik besar, saling sikut, baku hantam yang mengorbankan pertemanan dan persaudaraan. Gereja dan institusi Kristen menjadi kacau dan pecah berantakan. Apa akar konflik dan perpecahannya? Bukan faktor teologis. Bukan juga karena faktor manajemen. Bukan itu!
Gereja-gereja dan organisasi Kristen terpecah belah karena faktor non-teologis, yaitu harta benda dan kekuasaan. Bisa saja yang terlihat sepertinya faktor teologis, tetapi sesungguhnya di balik itu semua adalah harta dan kuasa! Faktor teologis dan ajaran hanya ‘jubah’ untuk menjustifikasi konflik dan perpecahan itu. Miris memang!
Syukurnya, pemimpin dan para pemuda ketiga gereja itu mampu bersikap matang dan dewasa. Mereka mampu mentransendensikan dirinya untuk kepentingan yang lebih besar yaitu persatuan gereja. Mereka mampu bersikap rendah hati dan mampu menyangkal diri. Kekuasaan dan harta benda gereja adalah milik Tuhan, Sang Kepala Gereja. Bukan milik pemimpin gereja. Bukan juga milik Sinode.
Kekuasaan dan harta benda itu harus dimanfaatkan untuk melayani siapa pun demi terciptanya keadilan dan perdamaian bagi bangsa Indonesia. Mereka pun membangun tekad untuk tetap mendeklarasikan persatuan. Apalagi, saat itu muncul kesadaran bahwa penyatuan GKI akan menjadi inspirasi dan teladan bagi penyatuan gereja-gereja di Indonesia. Makin semangatlah!
Penamaan Gereja Kristen Indonesia bukanlah penamaan asal-asalan. GKI adalah gereja yang sadar pada identitas dirinya sebagai Kristen, sekaligus sebagai Indonesia. Ya, GKI sadar bahwa kami memiliki dua identitas.
Sebagai Kristen, GKI berjuang dan berkontribusi untuk memajukan Indonesia dalam segala aspek , terutama membangun keadilan dan perdamaian bagi bangsa yang beraneka ragam ini. Sebagai Indonesia, GKI diingatkan untuk membuang jauh spirit eksklusifisme, fundamentalisme dan primordialisme yang berpotensi merenggangkan kohesi sosial masyarakat.
GKI selalu diingatkan untuk berjuang bukan untuk kebaikan dirinya, tetapi untuk segenap warga bangsa. Ya, untuk semua! Apa yang baik bagi semua pasti akan selalu baik bagi GKI.
GKI memang bukan gereja yang sempurna. Tidak mau juga berpretensi sebagai gereja yang sempurna. Yang sempurna hanya Tuhan, Sang Pemilik gereja.Tetapi, dalam segala keterbatasan dan kekurangannya, GKI bertekad untuk selalu mempersiapkan umat agar hadir dan mengerjakan keselamatan Tuhan di tengah persoalan dan masalah yang dihadapi siapa pun, termasuk umat beragama lain. Itu semua karena kita semua dijalin dalam satu ikatan dan kemanusiaan yang sama yang bernama: Indonesia!
Moga GKI akan tetap menjadi persembahan yang indah bagi gereja-gereja, bagi warga bangsa, terutama bagi kemuliaan nama-Nya. Dirgahayu GKI ke-33!
Salam,
Albertus Patty