Tumpulnya Moralitas Manusia Zaman Sekarang

Praktek kekerasan dan pembunuhan terhadap enam juta orang Yahudi oleh Hitler dan Nazi di Jerman disebut sebagai Holocaust. Sebagai peringatan atas kebiadaban manusia terhadap sesamanya, praktek kekerasan dan ketidakadilan terhadap siapa pun dilabel holocaust. Pemusnahan terhadap Rohingya di Burma, di Rwanda dan di Bosnia, diskriminasi terhadap transgender, penghayat kepercayaan, dan penyandang disabilitas juga dilabel holocaust.

Meski demikian, orang Yahudi menolak pelabelan peristiwa tragis oleh Hitler sebagai holocaust. Mengapa? Karena holocaust berarti korban bakaran untuk Tuhan. Padahal pada momen itu mereka bukanlah korban bakaran bagi Tuhan, tetapi korban perilaku kebiadaban manusia yang hidup “tanpa Tuhan.” Orang Yahudi menyebut peristiwa itu Shoah, artinya saat Tuhan dirasakan tidak hadir.

Shoah atau pengalaman ketidakhadiran Allah dialami dalam dua momen. Pertama, Allah seolah diam, tidak hadir dan tidak memerdulikan yang menderita. Mereka yang sakit, yang mengalami krisis ekonomi atau menjadi korban kebiadaban manusia dan korban bencana alam merasakan pengalaman Shoah, the absence of God.

Momen Shoah kedua adalah ketika manusia secara sengaja membuat Allah tidak hadir atau meminggirkan Allah dalam ucapan dan tindakannya. Mereka lebih dikuasai nafsu ego-sentriknya, lalu mempraktekkan ketidakadilan dan penindasan terhadap siapa pun dan atas nama apa pun, termasuk atas nama Allah. Aneh: hidup tanpa Allah tetapi melakukan kekerasan atas nama Allah!

Pada masa Amos, umat Israel melakukan apa yang kini sering kita lakukan yaitu secara sengaja mempraktekkan Shoah, Allah ‘dipaksa’ tidak hadir, dalam kehidupan. Orang mencari untung dengan mempraktekkan korupsi dan ketidakadilan terhadap sesama. Moralitas menjadi tumpul! Spiritualitas menguap!

Ironisnya, sementara meminggirkan Allah, kita selalu berdoa khusyuk merindukan datangnya hari Tuhan yaitu momen Ruah dimana Allah kita undang hadir dalam hidup kita. Ada disintegritas, kemunafikan: terpecah antara ucapan dan tindakan! Nabi Amos pun meradang, lalu berteriak lantang, ”Celakalah mereka yang menginginkan hari Tuhan karena hari itu kegelapan, bukan terang. Bukan hari kemenangan, tetapi penghakiman (terhadap para penindas).”

 

Salam,
Albertus Patty

Bagikan

ARTIKEL TERKAIT

Kawin Beda Agama & Respons Gereja

Kawin Beda Agama (KBA) menjadi isu yang memantik perdebatan cukup panas di semua agama. Negara pun sangat berhati-hati dalam mengambil…

Kembalinya Keadilan dan Hukuman Mati Sambo!

Saya salut dan bangga terhadap Majelis hakim yang  memvonis mati Ferdi Sambo. Keputusan hebat itu menandakan bahwa para majelis hakim…

Malpraktik Agama

Susy menderita sakit parah cukup lama. Setiap hari Susy harus meminum beberapa obat, yang menurut dokter, wajib dikonsumsi. Susy sangat…

Anies Baswedan Bapak Toleransi Beragama?

Pada 16 Oktober 2022, persis di ujung masa kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dianugerahi julukan sebagai “Bapak Toleransi…